KARYA-KARYA SA'DI ASY SYIRAZI
Karya-karya berikut adalah tulisan terjemahan, untuk menunjukkan bagaimana mudahnya bagi pembaca awam.
Mencabut bulu ketidakpedulian dari telinga orang yang sadar, Agar kearifan orang mati dapat menjangkau telingamu.
Mutiara yang jatuh ke lumpur tetap berharga.
Debu yang naik ke firdaus, tetap tidak berharga.
HARI PEPERANGAN
Di hari peperangan, kuda gesit
-- bukan lembu jantan yang lamban --
itulah yang akan digunakan.
AHLI KIMIA DAN SI BODOH
Ahli kimia meninggal dalam keadaan menderita dan frustrasi -- sementara si bodoh
menemukan harta benda dalam reruntuhan.
MUTIARA
Rintik hujan, menetes dari awan,
Merasa malu bila bertemu lautan.
"Siapa diriku jika berada di lautan?" katanya.
Ketika ia melihat dirinya dengan kerendahan,
Tempurung melindunginya dalam pelukan.
KEKUASAAN
Kekuasaan di dunia dari ujung ke ujung
Lebih tidak berharga daripada tetesan darah di atas bumi.
PENCURI DAN SELIMUT
Seorang pencuri memasuki rumah seorang Sufi, dan tidak menemukan apa pun di sana.
Ketika ia pergi, si darwis merasakan kekecewaannya dan melempar si pencuri dengan
selimut alas tidurnya, agar pencuri itu tidak pergi dengan tangan hampa.
BELAJAR
Tidak seorang pun belajar seni memanah dariku.
Siapa yang tidak memaksaku, pada akhirnya, menjadi sasaran.
ORANG YANG TIDAK BERBENTUK
Bagi seseorang yang tidak terbentuk dalam sebuah komunitas
Hati dari para Bijak akan menderita sakit --
Bagai kolam dipenuhi mawar air, dan seekor anjing jatuh di dalamnya,mengotorinya.
PELAJAR DAN PERTAPA
Beri uang kepada pelajar, supaya mereka dapat terus belajar. Jangan beri apa pun kepada
pertapa, agar mereka tetap menjadi pertapa.
KALAJENGKING
Seekor kalajengking ditanya, "Mengapa kau tidak keluar di musim dingin?"
Dijawabnya, "Perlakuan apa yang kuterima di musim panas, sehingga aku harus keluar di musim dingin?"
Kayu hijau dapat dibengkokkan;
Ketika kering, hanya api yang meluruskannya.
PERAHU
Kalau Nuh yang jadi kapten, apa yang mesti ditakutkan?
TAKDIR SI ANAK SERIGALA
Takdir bagi anak serigala adalah menjadi serigala, sekalipun ia dibesarkan diantara anak
manusia.
POHON YANG GUNDUL
Tidak seorang pun melempar batu ke pepohonan yang gundul.
KESOMBONGAN
Seseorang yang memiliki kesombongan di kepalanya --
Jangan bayangkan ia akan pernah mendengar kebenaran.
JALAN YANG LURUS
Aku tidak pernah melihat manusia tersesat kalau ia berada di jalan yang lurus.
SANGKAR
Ketika burung beo dikunci bersama burung gagak, ia berpikir bahwa merupakan
keberuntungan dapat keluar dari sangkar.
RELATIF
Sebuah lampu sama sekali tidak tampak bercahaya di hadapan matahari;
Dan sebuah menara yang tinggi tampak rendah di bawah kaki gunung.
Apabila engkau membakar hutan, jika dirimu bijak,
Engkau akan menghindari harimau.
Wednesday, July 22, 2009 | 0 Comments
SA'DI ASY SYIRAZI
Dalam buku The Rose Garden, Sa'di menyempurnakan tulisannya (tetap tidak dapat diterjemahkan dalam berbagai bahasa Barat) dengan bahasa dan struktur sederhana yang digunakan sebagai buku pegangan utama murid-murid Persia, dan seolah hanya mengandung cerita-cerita dan aforisme moral. Sementara itu, pada saat yang sama hal itu diakui oleh sebagian besar kaum Sufi masyhur, sebagai pengetahuan Sufistik paling dalam yang dapat ditulis.
Keheranan atas pencapaian ini, ketika seseorang melihat tingkat-tingkat yang berbeda dari materi tersebut tersambung satu sama lain, tidak dapat diungkapkan. Dua buku ini tidak hanya mengandung kutipan-kutipan, peribahasa, praktek kebijakan, dan pernyataan pemikiran; tetapi ditulis dengan cara yang dapat diterima oleh mereka yang dibutakan oleh kefanatikan agama. Dengan cara ini Sa'di menerima, membentuk dan meneruskan pemahaman Sufi. Pilihannya terhadap bentuk literatur klasik, memastikan pemeliharaan dan pengkomunikasian pesan-pesannya sepanjang masa; karena tidak seorang pun dapat memisahkan Sa'di dari literatur Persia, dan karena itu Sufisme terlindungi dengan cara ini.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Wednesday, July 22, 2009 | 0 Comments
Ibnu al-Arabi - Belajar dengan Analogi dan Orang-Orang yang Mengetahui
Belajar Dengan Analogi
Ada alasan bahwa Ibnu al-Arabi menolak berbicara dalam bahasa filosofis dengan setiap orang, bodoh maupun terpelajar. Dan tampaknya orang-orang beruntung tetap berteman dengannya. Ia mengajak bepergian, memberi mereka makan, menghibur mereka dengan bercerita ratusan pokok pembicaraan.Seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana Anda mengajar apabila Anda tampaknya tidak pernah memberi pengajaran?"
Ibnu al-Arabi menjawab, "Dengan kias." Dan ia menceritakan perumpamaan ini.
Suatu ketika ada seorang laki-laki memendam uangnya di bawah beberapa pohon demi keamanan. Ketika ia datang kembali, uangnya hilang. Seseorang telah membongkar akar dan membawa emasnya. Ia kemudian menemui orang bijak dan menceritakan masalahnya.
"Saya yakin tidak ada harapan lagi menemukan kembali harta itu." Orang bijak tersebut menyarankan agar ia kembali lagi setelah beberapa hari. Sementara itu, si orang bijak memanggil semua tabib yang ada di kota, dan bertanya kepada mereka, apakah pernah memberi resep obat akar-akaran kepada seseorang. Salah seorang mengaku telah memberikannya kepada seorang pasien. Maka dipanggillah pasien tersebut, dan ternyata ia adalah pemilik uang itu sendiri. Ia mengambil barang tersebut dan mengembalikannya kepada pemilik sebenarnya.
"Dengan cara yang sama," ujar Ibnu al-Arabi, "Kutemukan apa keinginan murid yang sesungguhnya, dan bagaimana ia dapat belajar. Dan kuajarkan."
Orang yang Mengetahui
Seorang Sufi yang mengetahui Kebenaran Abadi, bertindak dan berbicara dengan mempertimbangkan pemahaman, keterbatasan dan prasangka dominan yang tersembunyi pada pendengarnya. Bagi Sufi, beribadat berarti pengetahuan. Melalui pengetahuan ia memperoleh penglihatan.Sufi meninggalkan tiga 'aku'. Ia tidak mengatakan 'untukku', 'denganku' atau 'milikku'. Ia tidak boleh menghubungkan segala sesuatu dengan dirinya. Sesuatu yang tersembunyi dalam tempurung tak berguna. Kita sekadar mencari sasaran yang kurang layak, dengan tidak memperhatikan nilai tak terbatas yang sangat berharga.
Makna kemampuan menafsir adalah, bahwa seseorang dapat dengan mudah membaca sesuatu yang dikatakan oleh orang bijak dalam dua cara yang amat berlainan.
Saturday, July 11, 2009 | 0 Comments
Ibnu al-Arabi - TIGA BENTUK PENGETAHUAN
Ada tiga bentuk pengetahuan. Pertama, pengetahuan kecerdasan otak, yang sesungguhnya hanyalah keterangan dan kumpulan kenyataan, dan pemanfaatan sampai pada pengertian-pengertian atau rencana para cendekiawan lebih jauh. Ini disebut ajaran kecendekiawanan (intelektualisme).
Kedua, pengetahuan tentang keberadaan, meliputi perasaan yang emosional (renjana) dan kejanggalan, dimana manusia menganggap bahwa ia merasakan sesuatu tetapi tidak dapat memanfaatkannya. Ini disebut (emosionalisme).
Ketiga, pengetahuan sejati yang disebut Pengetahuan atas Realitas. Pada bentuk ini, manusia dapat merasakan apa yang benar, sejati, melampaui batas-batas pemikiran dan perasaan. Para sarjana dan ilmuwan terpusat pada bentuk pertama pengetahuan. Kaum emosionalis dan eksperimentalis menggunakan bentuk kedua. Lainnya memadukan keduanya, atau memanfaatkan salah satu sebagai pilihan.
Tetapi mereka yang mencapai kebenaran, adalah mereka yang tahu bagaimana menghubungkan dirinya sendiri dengan realitas berada di dua bentuk pengetahuan tersebut. Mereka inilah kaum Sufi sejati, kaum Darwis dan mengalami Pencapaian.
Thursday, July 09, 2009 | 0 Comments
Imam Al Ghazali (II)
Imam al-Ghazali tentang Tarekat
Seorang manusia bukanlah manusia jika tendensinya meliputi kesenangan diri, ketamakan, amarah dan menyerang orang lain.Seorang murid harus mengurangi sampai batas minimun, perhatiannya terhadap hal-hal biasa seperti masyarakat dan lingkungannya, karena kapasitas perhatian (sangatlah) terbatas.
Seorang murid haruslah menghargai guru seperti seorang dokter yang tahu cara mengobati pasien. Ia akan melayani gurunya. Kaum Sufi mengajar dengan cara yang tidak diharapkan. Seorang dokter berpengalaman akan menentukan sebuah perlakuan-perlakuan tertentu dengan benar. Kendati pengamat luar mungkin saja sangat terpesona terhadap apa yang ia katakan dan lakukan; ia akan gagal melihat pentingnya atau relevansi prosedur yang diikuti.
Inilah mengapa, tidak mungkin bagi murid dapat mengajukan pertanyaan yang benar pada waktu yang tepat. Tetapi guru tahu apa dan kapan seseorang dapat mengerti.
Perbedaan antara Sosial dan Pemrakarsa Aktikitas
Imam al-Ghazali menekankan pada hubungan dan juga perbedaan antara kontak sosial atau kontak yang bersifat pengalihan dari orang-orang, dan kontak yang lebih tinggi. Apa yang menghalangi kemajuan individu dan sebuah kelompok orang-orang, dari permulaan yang patut dipuji, adalah proses stabilisasi mereka sendiri terhadap pengulangan (repetisi) dan basis sosial apa yang tersembunyi.Jika seorang anak, katanya, meminta kita untuk menjelaskan kesenangan yang ada saat memegang kedaulatan tertinggi, kita mungkin mengatakan hal itu seperti kesenangan yang ia rasakan saat olah raga; kendati, kenyataannya keduanya tidak sama, kecuali bahwa keduanya memiliki kategori kesenangan (yang sama).
Perumpamaan Manusia dengan Tujuan Lebih Tinggi
Imam al-Ghazali menghubungkan tradisi dari kehidupan Isa, Ibnu Maryam; Yesus, Putra Maryam.Suatu ketika Isa melihat orang-orang duduk dengan sedih di dinding pinggir jalan. Ia bertanya, "Apa yang kalian susahkan?" Mereka menjawab, "Kami begini karena rasa takut kami terhadap Neraka."
Isa pun berlalu, kemudian melihat sejumlah orang berkelompok berdiri sedih di sisi jalan. Ia bertanya, "Apa kesusahan kalian?" Mereka menjawab, "Rindu akan Surga yang membuat kami begini."
Ia pun melanjutkan perjalanan, sampai pada sekelompok orang untuk yang ketiga kalinya. Mereka tampak seperti orang-orang yang memikul beban, tetapi wajah mereka bersinar bahagia.
Isa bertanya, "Apa yang membuat kalian begini?" dan mereka menjawab, "Jiwa Kebenaran. Kami sudah melihat Realitas, dan hal ini membuat kami terlupa akan tujuan-tujuan yang kurang baik."
Isa mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang telah mencapai. Pada Hari Perhitungan, mereka inilah orang-orang yang akan berada dalam Kehadiran Tuhan."
Tiga Fungsi Manusia Sempurna
Manusia Sempurna kaum Sufi mempunyai tiga bentuk hubungan dengan masyarakat. Hal ini berubah-ubah sesuai dengan kondisi masyarakat.Tiga sikap yang dijalankan sesuai dengan:
- Bentuk keyakinan orang yang ada di sekitar Sufi;
- Kemampuan murid, yang diajar sesuai dengan kemampuan mereka untukmengerti;
- Suatu Lingkaran khusus masyarakat, yang akan berbagi pemahaman pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman batiniah, secara langsung.
Daya Tarik Selebritis
Seseorang yang terbebas dari bahaya singa buas, bukanlah tujuan, apakah jasa ini dilakukan oleh individu yang tidak terkenal atau termasyhur. Oleh karena itu, mengapa mencari pengetahuan dari selebritis?Sifat Dasar Pengetahuan Ilahiah
Pertanyaan tentang pengetahuan Ilahiah begitu dalam, hingga hanya dimengerti dengan benar-benar oleh mereka yang memilikinya.Seorang anak tidak mempunyai pengetahuan yang sebenarnya tentang pencapaian orang dewasa. Orang dewasa awam tidak dapat memahami pencapaian orang terpelajar. Dalam cara yang sama, orang terpelajar belum (tentu) dapat memahami pengalaman pencerahan orang-orang suci atau kaum Sufi.
Cinta dan Ketertarikan Diri
Jika seseorang mencintai orang lain karena memberinya kesenangan, seharusnya ia tidak menganggap bahwa ia mencintai orang tersebut sama sekali. Cinta, pada kenyatannya adalah, kendati hal ini tidak disadari, ditujukan pada kesenangan. Sumber kesenangan merupakan sasaran perhatian sekunder, dan hal itu dirasakan hanya karena persepsi mengenai kesenangan tidak cukup baik dikembangkan untuk mengenali dan menggambarkan perasaan yang sebenarnya.Anda Harus Siap
Anda harus menyiapkan diri sendiri, untuk transisi dimana di sana tidak ada satu pun yang Anda sendiri telah terbiasa, kata Imam al-Ghazali. Setelah meninggal dunia, identitas Anda akan merespon untuk merangsang sesuatu yang pernah ia rasakan sebelumnya. Jika Anda tetap terikat dengan sesuatu yang sudah Anda kenal; hal itu hanya akan membuat Anda menderita.
Kebodohan
Manusia menentang sesuatu, karena mereka tidak mengetahuinya.Upacara Musik dan Gerak
Pertemuan-pertemuan serupa itu harus diadakan sesuai dengan persyaratan waktu dan tempat. Para penonton yang tidak layak akan dikeluarkan. Para partisipan harus duduk tenang dan tidak saling pandang. Mereka mencari apa yang mungkin muncul dari 'hati' mereka sendiri.Perempuan Mandul
Seorang laki-laki pergi ke dokter dengan istrinya, dan berkata bahwa istrinya tidak memberinya anak. Dokter memandang perempuan tersebut, memegang nadinya, dan mengatakan:"Saya tidak dapat menangani kemandulan, karena saya telah mengetahui bahwa Anda dalam satu hal akan mati dalam empatpuluh hari."
Ketika mendengar ini, perempuan tersebut sangat khawatir hingga tidak dapat memakan apa pun selama menjelang empatpuluh hari tersebut.
Tetapi ternyata ia tidak meninggal seperti pada waktu yang telah diprediksikan.
"Ya, saya sudah tahu. Sekarang ia akan menjadi subur."
Sang suami menanyakan Bagaimana hal itu bisa terjadi.
Dijelaskan oleh sang dokter:
"Isterimu terlalu gemuk, dan ini mempengaruhi kesuburannya. Saya tahu, satu-satunya hal yang dapat membuatnya jauh dari makanan adalah ketakutan terhadap kematian. Sekarang ia sudah sembuh."
Persoalan tentang pengetahuan merupakan salah satu hal yang berbahaya.
Tarian
Seorang murid meminta izin ikut bagian dalam 'tarian' kaum Sufi. Dijawab oleh Syeikh, "Puasalah selama tiga hari, kemudian masak hidangan yang lezat. Jika kemudian engkau lebih suka 'menari', kau boleh bergabung."Kualitas Harus Mempunyai Sarana
Kecepatan, akan menjadi berguna jika didapatkan dalam seekor kuda, karena kecepatan sendiri tidak memiliki kemanfatan.Diri yang Idiot
Jika Anda tidak dapat menemukan contoh dedikasi yang tepat pada diri seseorang, pelajarilah kehidupan kaum Sufi. Seseorang juga harus berkata pada diri sendiri, "Wahai jiwaku! Kau kira dirimu pintar dan marah jika disebut idiot. Tetapi siapa sebenarnya dirimu pada kenyataannya? Engkau buat baju untuk musim dingin, tetapi tidak menyediakan untuk kehidupan lain. Engkau seperti orang di tengah-tengah salju yang mengatakan, 'Seharusnya aku tidak mengenakan baju hangat, sebaliknya percaya pada Kemurahan Tuhan untuk melindungiku dari kedinginan'." Ia tidak menyadari bahwa, di samping penciptaan dingin, Tuhan telah meletakkan di hadapan manusia alat untuk melindungi diri sendiri.Manusia Diciptakan untuk Belajar
Unta lebih kuat daripada manusia; gajah lebih besar; singa lebih berani; sapi dapat makan lebih banyak daripada manusia; burung lebih jantan. Tujuan manusia diciptakan adalah untuk belajar.Nilai Pengetahuan
"Tentu saja terdapat nilai pada pengetahuan. Diberikan hanya kepada mereka yang dapat menjaga dan tidak menghilangkannya." --(Book of Knowledge, mengutip Ikriniah)Komentar Junubi:
"Pengetahuan ini tentu saja pengetahuan Sufi. Sama sekali tidak merujuk buku pengetahuan, sesuatu yang dapat ditulis atau dilestarikan dalam bentuk faktual; karena materi tersebut tidak dapat dihilangkan dengan menjelaskanya kepada seseorang yang mungkin saja gagal memanfaatkannya. Merupakan pengetahuan yang diberikan pada waktu dan cara yang teruji, serta menyajikan buku pengetahuan. 'Memberi pengetahuan yang akan hilang', merujuk pada 'kondisi' tertentu tentang penghargaan terhadap kebenaran yang timbul pada diri individu, sebelum orang tersebut dalam kondisi mempertahankan keadaan tersebut, oleh sebab itu ia kehilangan manfaatnya dan musnah."Komentar Ahmad Minai:
"Karena sulitnya memahami fakta ini, dan berkait dengan kemalasan yang dapat dimengerti, kaum cendekiawan memutuskan untuk 'menghapus' beberapa ajaran yang tidak dapat dimasukkan dalam buku. Tetapi bukan berarti tidak ada. Hanya saja membuatnya lebih sulit untuk ditemukan dan diajarkan, karena orang-orang tersebut di atas (intelektual) telah melatih masyarakat untuk tidak mencarinya."Kemilikan
Anda hanya memiliki apa yang tidak akan hilang dalam sebuah kapal yang pecah.Untung dan Rugi
Saya ingin tahu, apa yang diperoleh seseorang yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan, dan apa yang tidak diperoleh orang terpelajar.Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Sunday, July 05, 2009 | 0 Comments
Imam Al Ghazali
Dengan sangat bagus, ungkapan tersebut diambil sebagai motto Imam al-Ghazali. Delapan ratus tahun sebelum Pavlov, ia menjelaskan dan menekankan (acapkali dalam perumpamaan yang menarik, kadang dalam kata-kata 'modern' yang mengejutkan) masalah pengondisian.
Kendati Pavlov dan lusinan buku serta laporan studi klinis dalam perilaku manusia sudah dibuat sejak perang Korea, para siswa umum, dihadapkan pada masalah-masalah pemikiran tidak menyadari kekuatan indoktrinasi." Indoktrinasi, dalam masyarakat totalitarian, merupakan suatu ketetapan yang diinginkan dan selanjutnya menjadi keyakinan masyarakat tersebut. Dalam pengelompokan lain, kehadirannya tidak mungkin ada bahkan dicurigai. Inilah yang membuat hampir setiap orang mudah menyerangnya.
Karya Imam al-Ghazali tidak hanya mendahului zamannya, tetapi juga melampui pengetahuan kontemporer mengenai masalah-masalah tersebut. Pada waktu opini disampaikan secara tertulis, dipisahkan apakah indoktrinasi (jelas maupun terselubung) diinginkan atau sebaliknya, juga apakah mutlak atau tidak.
Imam al-Ghazali tidak hanya menjelaskan apakah orang-orang yang menciptakan kepercayaan, kemungkinan dalam keadaan terobsesi; dengan jelas ia menyatakan, sesuai dengan prinsip-prinsip Sufi, bahwa hal itu bukannya tidak dapat dielakkan mutlak, tetapi menegaskan bahwa hal itu esensial untuk manusia agar dapat mengenalinya.
Buku-bukunya dibakar oleh kaum fanatik Mediteranian dari Spanyol sampai Syria. Sekarang ini memang tidak dilempar kedalam api, tetapi pengaruhnya, kecuali diantara kaum Sufi, mulai melemah; buku-buku tersebut tidak lagi banyak dibaca.
Menurutnya, perbedaan antara opini dan pengetahuan adalah sesuatu yang dapat hilang dengan mudah. Ketika hal ini terjadi, merupakan kewajiban atas mereka yang mengetahui perbedaan tersebut untuk menjelaskannya sebisa mungkin.
Kendati penemuan-penemuan, psikologi dan ilmu pengetahuan Imam al-Ghazali, dihargai secara luas oleh bermacam kalangan akademis, tetapi tidak diperhatikan sebagaimana mestinya, karena ia (al-Ghazali) secara spesifik menyangkal metode ilmiah atau logika sebagai sumber asli atau awal. Ia berada pada pengetahuannya melalui pendidikan Sufismenya, diantara kaum Sufi, dan melalui bentuk pemahaman langsung tentang kebenaran yang sama sekali tidak berhubungan dengan intelektual secara mekanis. Tentu saja, hal ini membuatnya berada di luar lingkaran kalangan ilmuwan. Apa yang lebih menimbulkan penasaran adalah bahwa temuan-temuannya begitu menakjubkan hingga orang akan berpikir, bahwa para penyelidik ingin mengetahui bagaimana dia telah menempuh atau mendapatkannya.
'Mistisisme' dijuluki dengan sebutan yang buruk seperti seekor anjing dalam sebuah peribahasa, jika tidak dapat digantung, setidaknya boleh diabaikan. Ini merupakan ukuran pelajaran psikologi: terimalah penemuan seseorang jika engkau tidak dapat menyangkalnya, sebaliknya abaikan metodenya jika tidak mengikuti keyakinanmu akan metode.
Jika Imam al-Ghazali tidak menghasilkan karya yang bermanfaat, secara alamiah ia akan dihargai hanya sebagai ahli mistik, dan membuktikan bahwa mistisisme tidak produktif, secara edukatif maupun sosial.
Pengaruh Imam al-Ghazali pada pemikiran Barat diakui sangat besar dalam semua sisi. Tetapi pengaruh itu sendiri menunjukkan hasil suatu pengondisian; para filosuf Kristen abad pertengahan yang telah banyak mengadopsi gagasan al-Ghazali secara sangat selektif, sepenuhnya mengabaikan bagian-bagian yang telah memperlakukan kegiatan indoktrinasi mereka.
Upaya membawa cara pemikiran al-Ghazali kepada audiens yang lebih luas, daripada kepada Sufi yang terhitung kecil jumlahnya, merupakan perbedaan final antara keyakinan dan obsesi. Ia menekankan peran pendidikan dalam penanaman keyakinan religius, dan mengajak pembacanya untuk mengamati keterlibatan suatu mekanisme. Ia bersikeras pada penjelasan, bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh fanatik, dan terobsesi. Ia menegaskan bahwa, disamping mempunyai informasi serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi.
Kebiasaan mengacaukan opini dan pengetahuan, adalah kebiasaan yang sering dijumpai setiap hari pada saat ini, Imam al-Ghazali menganggapnya seperti wabah penyakit. Dalam memandang semua ini, dengan ilustrasi berlimpah serta dalam sebuah atmosfir yang tidak kondusif bagi sikap-sikap ilmiah, Imam al-Ghazali tidak hanya memainkan peranan sebagai seorang ahli diagnosa. Ia telah memperoleh pengetahuannya sendiri dalam sikap Sufistik, dan menyadari bahwa pemahaman lebih tinggi -- menjadi seorang Sufi -- hanya mungkin bagi orang-orang yang dapat melihat dan menghindari fenomena yang digambarkannya.
Imam al-Ghazali telah menghasilkan sejumlah buku dan menerbitkan banyak ajaran. Kontribusinya terhadap pemikiran manusia dan relevansi gagasan-gagasannya, ratusan tahun kemudian tidak diragukan lagi. Mari kita perbaiki sebagian kelalaian pendahulu-pendahulu kita, dengan melihat apa yang dikatakannya tentang metode. Apakah yang dimaksud dengan 'Cara al-Ghazali'? Apa yang harus dilakukan seseorang agar menyukainya, orang yang diakui sebagai salah seorang tokoh besar dunia bidang filsafat dan psikologi?
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Sunday, July 05, 2009 | 0 Comments
Kesulitan-Kesulitan Dalam Memahami Sufisme
Dekat dengan masalah ini adalah satu diantara kepemimpinan atau kedudukan guru. Guru Sufi adalah seorang konduktor, pemimpin dan instruktur (pelatih) --bukan dewa. Pemujaan pribadi dilarang dalam Sufisme. Oleh karena itu ar-Rumi mengatakan: "Janganlah melihat bentuk luarku, tetapi ambil apa yang ada dalam tanganku," dan Jurjani mengatakan: "Kerendahan hatiku yang engkau sebut adalah tidak ada, karena engkau telah terpengaruh olehnya. Hal itu ada karena alasannya sendiri." Bagaimana pun kepribadian yang menarik bagi orang biasa bahwa para pengganti guru-guru Sufi telah cenderung menghasilkan, lebih baik daripada penerapan kehidupan atas prinsip-prinsip berpikir, sistem-sistem hagiografi, ganjil dan kurang sempurna. Tema mengenai sifat kesementaraan dari 'kepompong' ulat gemar dilupakan. Karena itu tetap dibutuhkan suatu teladan baru.
Problem selanjutnya bagi murid yang tidak sadar akan situasi di atas merupakan eksistensi dari apa yang telah disebut 'biografi ilustratif'. Muatan materi ini dirancang untuk belajar, pada akibat-akibat tertentu, di dalam perjalanan di mana banyak dongeng atau cerita isapan jempol dapat berisi fakta-fakta yang didramatisasi. Dengan perjalanan waktu, mereka hidup lebih lama daripada manfaat mereka, dan kemudian diambil sebagai kebohongan atas catatan-catatan kebenaran harfiah.
Jika gagasan-gagasan Sufi, sebagaimana diungkapkan di dalam buku-buku dan diantara komunitas-komunitas yang berhubungan dengan persiapan atau 'anak yatim', dan bentuk yang telah ditentukan oleh ajaran-ajaran dan keberadaan suatu contoh yang bersifat manusiawi, sesungguhnya dirancang untuk melahirkan (menghasilkan) suatu bentuk daya pikir yang lebih bernilai daripada pemikiran yang bersifat mekanis, murid mungkin mengajukan alasan bahwa dia berhak tahu mengenai hasil tersebut. Dia mungkin berharap menemukan kaum Sufi mengambil satu bagian, tanpa kecuali, secara signifikan atau bahkan menentukan dalam peristiwa-peristiwa kemanusiaan. Sementara Sufi tidak akan menerima bahwa aklamasi publik adalah apa yang ia cari (paling banyak dari mereka lari), dan bahwa dia tidak khawatir atau menginginkan untuk menjadi seorang Albert Schweitzer --bersama dengan-- Napoleon bersama dengan--Einstein, meski terdapat bukti-bukti yang demikian berkesan dari pusaka atau warisan Sufi yang sangat kuat. Lebih mengejutkan daripada itu, bagi siapa yang mencari label dan batas Sufisme sebagaimana dengan cara yang sederhana ini, atau cara pemujaan itu, merupakan perluasan dan jenis-jenis dari dampak Sufi, mengesampingkan klaim Sufi bahwa tokoh terbesar mereka nyaris selalu tanpa nama (tak dikenal).
Seperti para murid --dan ini merupakan problem yang lainnya-- di samping kurang mudah mendapat indoktrinasi dari para pendahulu mereka, harus mengingat akan muatan Sufistik itu sendiri ketika mereka mengatakan: 'Sufisme harus dipelajari dengan satu sikap tertentu, di bawah kondisi tertentu, dalam satu cara tertentu.'
Pengkajian tentang Sufisme tidak dapat didekati, misalnya, dari sudut pandang tunggal, bahwa hal itu adalah suatu sistem mistikal yang dirancang untuk menghasilkan ekstasi dan didasarkan atas konsep-konsep teologis. Sebagaimana sebuah puisi Sufi oleh Omar Khayyam, menyatakan:
Di dalam bilik kecil dan beranda biara,
di dalam biara kristen dan gereja yahudi,
Di sini orang merasa takut akan neraka,
lainnya bermimpi tentang surga.
Tetapi ia yang tahu rahasia-rahasia kebenaran dari Tuhannya
Tidak menanam benih-benih seperti itu di dalam hatinya.
Belajar yang benar tentang gagasan-gagasan Sufi tergantung atas penyediaan dan penggunaan yang benar dari literatur dan juga hubungan dengan pelatih atau pembimbing Sufi.
Sebagaimana tersedianya literatur, waktu mungkin mendapatkan hak tersebut dalam pelajaran biasa terhadap peristiwa-peristiwa, meski dua pengalaman tersisa menunjukkan bahwa kehilangan, lagi-lagi, mungkin menjadi serius.
Kajian yang efektif tentang Sufisme saat ini, yang terpenting di Barat, dimana rasa tertarik terhadapnya sungguh besar, syarat-syarat berikut bagi para calon murid:
- Mengerti bahwa bagian terbesar dari terjemahan-terjemahan yang tersedia adalah tidak sesuai. Hal ini terutama karena buku-buku aslinya dimaksudkan untuk komunitas khusus dan pengunjung serta budaya setempat, yang sekarang keberadaannya tidak dalam bentuk yang sama.
- Mencari bahan-bahan tulisan dan lisan dari orang yang memiliki otoritas dan kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh kaum Sufi untuk mengoperasikan dalam budaya, waktu dan lingkungan-lingkungan lain milik si murid.
- Mengakui bahwa semua organisasi kecuali kaum Sufi yang asli, selalu merupakan alat-alat yang bersifat kondisional, secara sadar atau sebaliknya.
- Siap untuk melepaskan prakonsepsi-prakonsepsi tentang apakah konstitusi 'belajar'. Kerelaan mempelajari peristiwa-peristiwa atau bahan-bahan materi yang mungkin tidak muncul menjadi 'esoterik'.
- Menentukan apakah penyelidikannya atau bukan, adalah suatu bentuk tersembunyi dari suatu penyelidikan untuk integrasi sosial, suatu manifestasi dari keinginan tahu belaka, suatu keinginan karena rangsangan emosional atau kepuasan hati.
- Menghargai, bahkan sebagai suatu karya hipotesis, kemungkinan bahwa ada (terdapat) suatu kesadaran, efisien dan sumber yang disengaja terhadap ajaran Sufistik yang benar-benar sah dalam pengoperasian di Barat.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Sunday, July 05, 2009 | 0 Comments
Bentuk-Bentuk Kegiatan Sufi
Kaum Sufi menyatakan, bahwa itulah suatu bentuk ilmu pengetahuan yang dapat dicapai manusia, dimana seperti suatu perintah untuk pelajaran skolastik, sebagaimana orang dewasa kepada bayi. Sebagai contoh, perbandingan al-Ghazali: "Seorang anak tidak memiliki ilmu pengetahuan yang nyata mengenai hasil-hasil yang dicapai oleh orang dewasa. Seorang dewasa biasa (awam) tidak dapat memahami hasil-hasil yang dicapai seorang terpelajar. Dalam cara yang sama, seorang terpelajar tidak dapat mengerti tentang pengalaman-pengalaman orang-orang suci yang selalu mendapat pencerahan, atau para Sufi." Ini untuk sebuah permulaan (awal), bukan sebuah konsep yang mana secara instan direkomendasikan tersendiri untuk orang terpelajar. Hal ini bukanlah persoalan baru. Pada abad kesebelas, Muhammad al-Ghazali (Algazel) yang telah memelihara (menyelamatkan) para teolog Muslim dari penafsiran materi-materi yang berhubungan dengan Islam dalam suatu cara serupa --sebagaimana menggagalkan serangan filsafat Yunani, yang diinformasikan para sarjana Yunani-- bahwa mode ilmu pengetahuan mereka lebih rendah mutunya daripada yang diperoleh melalui praktek-praktek Sufi. Mereka menjadikan dirinya sebagai pahlawan mereka, dan para pewaris mereka tetap mengajarkan penafsiran-penafsirannya sebagai Islam ortodoks, meskipun pernyataannya bahwa metode akademis adalah tidak cukup dan kurang bermutu untuk ilmu pengetahuan yang sebenarnya (sejati).
Kemudian ar-Rumi, penyair dan mistikus besar, yang mengatakan kepada pendengarnya bahwa seperti seorang tuan rumah yang baik, ia telah memberi mereka puisi karena mereka membutuhkannya, untuk melengkapi apa yang ditanyakan. Tetapi, ia melanjutkan, puisi adalah tak berharga dibanding dengan suatu perkembangan penting tertentu dari individu. Hampir tujuhratus tahun ia masih dapat melukai orang-orang dengan kata-kata ini. Tak berapa lama kemudian, seorang pengulas dalam sebuah koran Inggris yang memiliki reputasi baik, juga merasa terhina dengan bagian ini (dimana dia menemukan dalam sebuah terjemahan), bahwa dia berkata, "Ar-Rumi mungkin berpikir bahwa puisi adalah omong kosong. Saya pikir bahwa puisinya adalah omong kosong dalam terjemahan ini."
Tetapi gagasan-gagasan Sufi, diambil dari sikap tersebut, tidak pernah dimaksudkan untuk menantang manusia, hanya untuk memberinya atau melengkapinya dengan suatu tujuan yang lebih tinggi, untuk mempertahankan konsepsinya bahwa mungkin ada beberapa fungsi (manfaat) dari pikiran yang dihasilkan sebagai contoh para tokoh besar Sufi. Yang tak dapat dielakkan adalah orang-orang yang bertabrakan dengan gagasan ini. Hal itu karena kelaziman dari reaksi ini, bahwa kaum Sufi mengatakan, kalau orang tidak benar-benar menginginkan pengetahuan bahwa pernyataan-pernyataan Sufisme menjadi dapat tertanam: mereka sesungguhnya hanya mencari kepuasan hati mereka sendiri, di dalam sistem berpikir mereka. Tetapi Sufi menuntut dengan tegas: "Waktu yang singkat berada di hadapan teman-teman (kaum Sufi) adalah lebih baik daripada seratus tahun pengabdian yang tulus, dan patuh." (Ar-Rumi).
Sufisme juga menyatakan bahwa manusia mungkin (mampu) menjadi obyektif, dan obyektikitas tersebut memungkinkan individu memahami fakta-fakta yang 'lebih tinggi'. Manusia oleh karena itu diundang untuk mencoba mendorong evolusinya mendahului terhadap apa yang kadang disebut di dalam Sufisme 'akal budi yang sesungguhnya' (real intellect).
Kaum Sufi beranggapan, bahwa jauh dari pengetahuan ini di dalam buku-buku yang ada, bagian terbesar dari hal itu harus dikomunikasikan secara personal dengan memakai suatu interaksi antara guru dan murid. Sangat banyak perhatian pada halaman-halaman tertulis, mereka menegaskan, bahkan dapat berbahaya. Inilah persoalan selanjutnya; karena hal itu muncul untuk menentang sarjana atau pelajar tak kurang daripada anggota komunitas modern terpelajar yang merasa, jika pada waktu itu hanya secara bawah sadar, bahwa semua ilmu pengetahuan sudah tentu ada di dalam buku-buku.
Kendati demikian, kaum Sufi telah bekerja keras dalam waktu yang lama untuk menyadur kata-kata yang tertulis guna menyampaikan bagian-bagian tertentu dari apa yang mereka ajarkan. Hal ini telah membawa kepada penggunaan materi-materi yang dimanipulasi dan ditulis dalam kode --tidak dirancang secara khusus atau selalu untuk menyelubungi arti yang sebenarnya, tetapi bermaksud untuk memperlihatkan apabila membaca sandi, bahwa apakah yang terlihat di permukaan tampak seperti sebuah syair yang lengkap, dongeng, cerita yang dibuat-buat, risalah dan sebagainya, mudah atau rentan terkena interpretasi lain: suatu peragaan yang demikian itu analog dengan efek sebuah kaleidoskopis. Dan apabila kaum Sufi menggambar diagram-diagram untuk tujuan serupa itu, para penjiplak cenderung menyalinnya belaka, dan menggunakannya pada tingkat pengertian mereka sendiri.
Teknik Sufi yang lain melengkapi problem selanjutnya. Banyak bagian-bagian, bahkan seluruh buku-buku atau rentetan pernyataan-pernyataan Sufi yang tegas, dirancang untuk merangsang pemikiran bahkan kadang-kadang dengan metode mengembangkan kritikisme yang sehat. Dokumen-dokumen ini sangat sering diambil oleh para murid literalis mereka sebagai cara menerjemahkan yang seberiamya terhadap kepercayaan-kepercayaan yang dipegang oleh para penulisnya.
Di Barat umumnya, kita memiliki banyak atau lebih dari cukup terjemahan. Kebanyakan cara penterjemahan adalah sesuai dengan aslinya terhadap hanya satu faset dari teks-teks multidimensional. Para murid Barat, sesungguhnya tahu bahwa dimensi-dimensi internal itu eksis, tetapi (mereka) belum menggunakannya secara luas dalam karya-karya mereka. Menjadi adil, jelas, hal itu dikatakan kalau beberapa telah mengakui bahwa mereka tidak dapat mengerjakannya (hal itu).
Gagasan Sufi yang lain --menghasilkan sebuah problem yang banyak ditemukan tidak mungkin menggabungkan dalam pikiran-pikiran mereka-- adalah penegasan Sufi bahwa Sufisme dapat dipikirkan dalam banyak penyamaran. Kaum Sufi, dalam satu kata, secara singkat dilarang setia pada sesuatu adat kebiasaan. Beberapa sangat dengan senang menggunakan satu format religius, lainnya puisi romantis, beberapa berhubungan dengan kelakar (humor), dongeng dan legenda, namun lainnya mempercayai bentuk-bentuk seni dan hasil-hasil dari para pengrajin. Sekarang seorang Sufi dapat menceritakan dari pengalamannya, bahwa semua penyajian (presentasi) itu sah atau masuk akal. Tetapi orang yang bukan anggota, para literalis, bagaimanapun setianya, dia mungkin akan sering diminta kesaksian untuk mengatakan apakah para Sufi ini (atau kelompok kaum Sufi ini atau itu) adalah ahli kimia, anggota serikat pekerja, orang yang tergila-gila terhadap hal-hal religius, para joker, ilmuwan, --atau apa. Problem ini, sementara hal itu mungkin khusus Sufisme, adalah sama sekali tidak baru. Kaum Sufi dibunuh secara hukum, diseret keluar dari rumah-rumah mereka atau disuruh membakar buku-buku mereka, karena melakukan rumusan-rumusan non-religius atau yang tidak diterima secara lokal. Beberapa penulis Sufi klasik terbesar, dituduh melakukan bid'ah, kemurtadan, bahkan kejahatan politik. Bahkan (hari ini) mereka diserang dari semua jenis kalangan-kalangan yang setia, tidak hanya bersifat keagamaan.
Bahkan suatu pengamatan sepintas, yang dianggap asli mengenai Sufisme, menyatakan bahwa Sufisme merupakan suatu ajaran yang bersifat esoterik dalam Islam (yang karena itu dianggap sebagai kompatibel sepenuhnya), itu juga berada di belakang rumusan-rumusan yang banyak orang memperhatikan menjadi berbeda secara diam-diam dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu ketika "rentetan penyebaran" dari guru-guru yang ternama meluas, kembali kepada Nabi Muhammad saw dalam garis keturunan ini atau itu dari pertalian yang digunakan oleh sebuah aliran atau guru, hal itu mungkin juga dihubungkan atau dianggap --oleh penguasa (setempat) yang sama-- sebagai garis keturunan dari seorang seperti Uwais al-Qarni (wafat pada abad ketujuh) yang tidak pernah bertemu dengan Muhammad saw di dalam hidupnya. Suhrawardi yang dapat dipercaya, memiliki persamaan dengan (meski banyak sebelumnya) orang-orang Rosicrucia dan lainnya, secara spesifik menyatakan bahwa ini merupakan suatu bentuk kebijakan yang dikenal dan dipraktekkan dengan berhasil oleh orang-orang bijak termasuk di dalamnya Hermes kuno, yang penuh dengan rahasia, dari Mesir.99 Individu lain yang tidak kurang reputasinya --Ibnu al-Farid (1181-1235)-- menekankan bahwa Sufisme terletak di belakang dan sebelum sistematisasi,-- bahwa 'anggur kami telah ada sebelum apa yang engkau sebut the grape and the vine (aliran dan sistem)':
Kami telah meminum sebutan tentang Sahabat,
Menggembirakan diri kami sendiri, bahkan sebelum penciptaan anggur.
Tidak diragukan lagi, bahwa para darwis, calon Sufi, telah secara tradisional berkumpul bersama-sama untuk mengkaji atau belajar sisa-sisa apa saja dan ajaran yang mereka temukan ini, menunggu saat yang memungkinkan apabila seorang tokoh mungkin muncul diantara mereka, dan membuat efektif prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang arti hidupnya telah hilang (lenyap), untuk mereka. Teori ini ditemukan di Barat, tentu saja, di dalam Freemasonry (dengan konsepnya tentang 'Rahasia yang Hilang'). Latihan (praktek) secara layak ditegaskan sebagai contoh, di dalam buku Awarf-ul-Ma'arif dan hal itu telah dikaitkan dengan perhatiannya dalam hal-hal semacam sebagai suatu indikasi dari pengharapan messianik yang dicirikan dalam Sufisme. Betapapun bahwa itu mungkin (dan itu mestinya suatu 'fase yang berhubungan dengan persiapan', bukan Sufisme yang sebenarnya) ada fakta-fakta atau bukti bahwa orang-orang di Eropa dan Timur Tengah, apa pun komitmen atau kepercayaan psikologis, telah dari waktu ke waktu ditetapkan dan bersemangat dalam doktrin-doktrin Sufi oleh para guru, yang kadang-kadang misterius asal-usulnya, telah berada diantara mereka. Orang-orang ini telah berabad-abad ditunjuk atau dianggap sebagai manusia universal atau sempurna (insan al-kamil). Kasus seperti ar-Rumi dan orang-orang Syam dari Tabriz, dari Bahauddin Naqsyabandi (abad ke-14) dari Bukhara; dari Ibnu al-Arabi, yang mengajar dalam sudut pandang agama, para tokoh puisi kuno dan cinta, dan banyak lainnya yang kurang dikenal di dalam literatur Barat.
Hal ini membawa kita kepada proyeksi Sufi lain yang penting, sesuatu yang menyebabkan teka-teki --dan bahkan kegusaran-- pada beberapa macam orang tertentu, tetapi sekalipun demikian harus dihadapi. Hal itu adalah tuntutan bahwa apabila kegiatan Sufistik menjadi terpusat pada satu pokok, atau satu komunitas dalam suatu bentuk yang sangat aktif dan 'sebenarnya' (bukan tiruan), juga dikerjakan hanya untuk waktu terbatas dan tujuan-tujuan berbeda. Inilah tipe orang yang mengatakan, 'Saya ingin hal itu di sini dan sekarang atau tidak sama sekali,' yang tidak menyukai pernyataan ini. Mengajukan cara lain, gagasan bahwa tidak pernah ada masyarakat yang sempurna, juga tidak kebutuhan-kebutuhannya secara pasti, sama seperti masyarakat-masyarakat lain. Tidak ada seorang Sufi yang bermaksud menegakkan sebuah institusi yang berlangsung secara terus menerus. Bentuk luar di mana dia menanamkan gagasan-gagasannya adalah suatu kendaraan singkat atau wahana yang didiami sementara, dirancang untuk operasi lokal. Bahwa hal itu berlangsung lama, ia berkata, adalah dalam wilayah lain.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Sunday, July 05, 2009 | 0 Comments
Kesalahpahaman Tentang Gagasan dan Formulasi Sufi
Banyak gagasan-gagasan yang dapat dengan mudah kita identifikasi berasal dari kaum Sufi karena konteks dan atribusi aktual di dalam teks mereka. Tetapi problem khusus di balik ini adalah fakta, bahwa tidak ada catatan tentang bentuk pemikiran lain atau sistem yang tersebar begitu luas dan jauh ke berbagai bidang kehidupan serta pemikiran, di Timur maupun Barat. Tidak ada yang mengharap dilatih untuk hal-hal semacam itu, kecuali kaum Sufi, yang tidak membutuhkan material (hal-hal yang bersifat duniawi). Sebagai konsekuensi, kita mendapat pertanyaan: apakah Sufisme suatu rangkaian dari pemujaan shamanistik, sebuah filsafat, agama, masyarakat rahasia (terasing), dan sistem pelatihan ilmu gaib, kecenderungan utama aliran kesusastraan dan puisi, atau sistem militer, keksatriaan, atau barangkali suatu cara pemujaan komersial?
Problem serius adalah dalam menempatkan gagasan dan praktek-praktek Sufi yang ada secara murni dan relevan, juga bagi seorang siswa (murid) yang sudah menemui pencairan, generalisasi atau penggalan dari bermacam-macam Sufisme, baik di Timur maupun Barat. Ada ratusan orang di Eropa dan Amerika yang mempraktekkan 'tarian darwis, berputar atau melingkar' meski faktanya hal itu tercatat dalam literatur darwis yang mudah diterima, bahwa kegiatan ini secara khusus 'ditentukan', untuk alasan-alasan lokal, oleh Ar-Rumi bagi masyarakat Asia Kecil di wilayah Iconium. Dalam cara yang sama, ketika semua itu terpengaruh oleh 'kerja' atau 'sistem' Barat yang berusaha mengikuti Gurdjieff dan Ouspensky --jumlahnya ribuan-- secara jujur dikatakan bahwa latihan dan metode mereka dikenal dan diterapkan dengan baik di tarekat-tarekat Sufi tertentu, tetapi bahwa mereka menggunakan suatu cara yang berbeda dan sikap yang lebih diterima akal berkaitan dengan masyarakat yang terlibat, mereka --lebih sering-- tidak mampu menerima statemen ini. Keuntungan bagi kaum Sufi dalam kasus-kasus serupa ini, mulai berlimpah karena kesalahpahaman atau kesalahan dalam terapan.
Fenomena lain, yang hingga kini terus tumbuh secara pesat, memanfaatkan beberapa gagasan dan praktek-praktek Sufi, dikenal oleh ribuan orang di Barat sebagai 'Subud'. Prosedurnya adalah terutama didasarkan pada metode-metode Naqsyabandiyah-Qadiriyah, tetapi pada presentasinya sekarang sudah terbalik. Dalam pertemuan Subud dinamakan Latihan, para anggotanya menantikan pengalaman-pengalaman khusus, yang diyakini sebagai Kehendak Tuhan di dalamnya. Sebagian berpura-pura, sebagian benar-benar secara mendalam, sebagian tidak keduanya. Hal menarik di sini adalah bahwa sikap Subud dalam menilai sebuah pengalaman, dan sebagian yang tidak berpura-pura atau yang berhenti merasakan ikut-ikutan memasukinya, akan berlalu. Sisanya adalah pendukung pergerakan. Tetapi, menurut gagasan dan praktek-praktek Sufi dengan benar adalah, mereka yang tidak merasakan keadaan subyektif, atau yang pada suatu saat telah terpengaruh oleh keadaan itu, kemudian tidak lagi merasakannya, adalah para calon yang sebenarnya untuk tahap (tingkat) berikutnya. Bagi kaum Sufi, orang yang tidak memahami hal ini, mungkin seperti orang yang mencoba melatih otot-ototnya, berpikir bahwa latihan tidaklah bagus karena ia tidak lagi merasa kekakuan (kejang-kejang) pada anggota badannya. Keuntungan Subud impas, setidaknya sebagian, dengan kerugian-kerugian tersebut.
Inilah persoalan yang sesungguhnya dalam upaya mempelajari gagasan-gagasan Sufi yang asli, melalui popularisasi semacam itu. Selama pembalikan ini telah menuntut terminologi Sufi, para murid mungkin tidak akan dapat menanggalkan (ikatan) perkumpulan Subud ketika ia mendekati Sufisme.
Namun problem lainnya, benar-benar karakteristik Sufi, menimbulkan pertentangan besar. Barangkali hal ini dapat ditegaskan dengan mengatakan, bahwa literatur Sufi mengandung banyak materi yang lebih maju dari zamannya. Buku Sufi tertentu, sebagian diterjemahkan dalam bahasa Barat dan merupakan bahan yang dapat dibuktikan, mengandung materi yang tampaknya menjadi komprehensif hanya jika penemuan-penemuan psikologi 'baru' dan teknik ilmiah dapat dibuat serta dikenal dengan baik. Sebuah pembuktian dari pernyataan-pernyataan yang semula tampak ganjil dan mustahil, kemudian ternyata menjadi mungkin. Para Orientalis Barat dan lainnya mencatat, misalnya, bahwa Jalaluddin ar-Rumi dari Afghanistan (wafat 1273), Hakim Sanai dari Khurasan (abad ke-14), al-Ghazali dari Persia (wafat 1111), dan Ibnu al-Arabi dari Spanyol (wafat 1240), berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan psikologi, teori-teori psikologi dan prosedur psikoterapi, yang tidak akan dapat dipahami oleh pembaca tanpa 'infrastruktur' kontemporer yang diperoleh belakangan di Barat. Konsekuensinya, pemikiran-pemikiran tersebut dinamakan atau disebut 'Freudian', 'Jungian' dan sebagainya.
Sufi menyatakan bahwa 'manusia bangkit dari lautan', dan ia berada dalam kondisi evolusi, menempuh periode waktu yang hebat, merupakan omong kosong yang aneh sampai abad kesembilanbelas ketika kaum darwis menggunakan materi ini dengan senang hati.
Sudah sering disebutkan bahwa kekuatan terkandung dalam atom, pada 'dimensi keempat', pada relativitas, perjalanan ruang angkasa, telepati; telekinetis. Kadang hal tersebut diperlakukan sebagai fakta, kadang menunjuk pada teknis, kadang sebagai kapasitas, kekinian dan masa depan manusia. Sejumlah kesadaran prakognitif dan fenomena lain yang sejenis, dinilai hanya dalam cahaya pengetahuan yang agak modern, atau masih menunggu pembuktian oleh para ilmuwan konvensional. Lebih dari tujuhratus tahun yang lalu, Ibnu al-Arabi menegaskan bahwa pemikiran manusia berusia empatpuluh ribu tahun, sementara orang-orang Yahudi Ortodoks, Kristen dan Islam percaya masih menjalani 'perjanjian' atau 'penentuan waktu' skriptural dari sang Pencipta hanya pada empat sampai enamribu tahun sebelumnya. Beberapa riset terakhir, menentukan manusia 'modern' berusia sekitar tigapuluhlima ribu tahun.
Problem khusus kedua adalah, kendati para ilmuwan benar-benar menanti pembuktian materi tersebut, atau mencoba menyelidikinya, kaum okultis yang mudah tertipu akan mengerumuni kaum Sufi yang mengatakan hal-hal tersebut sebagai diambil (berasal) dari Sufisme, mereka akan meminta dengan segera atau mendesak, mulai dari hak, pengetahuan yang berhubungan dengan magis, pengendalian-diri, kesadaran yang lebih tinggi, rahasia-rahasia tersembunyi dan sebagainya.
Bagi kaum Sufi, orang-orang yang percaya dan kadang tidak seinibang ini, dapat lebih merupakan suatu masalah daripada orang-orang skeptis. Para penganut ini menciptakan persoalan yang lebih jauh, karena suka akan pengetahuan magis yang mudah, mereka mungkin dengan segera akan beralih kepada organisasi-organisasi tersebut (dengan maksud baik dan selainnya) yang tampaknya dapat memuaskan kehausan mereka akan hal-hal yang tidak dipahami atau tidak wajar; atau mencoba 'jalan pintas'. Tidak dapat disangkal kalau kita menggunakan ungkapan ini --tetapi selalu dengan kualifikasi-kualifikasi: 'Seorang ahli, bagaimanapun, menemukan atau merencanakan jalan pintas menuju pencapaian pengetahuan Tuhan. Ada banyak jalan menuju Tuhan, sebanyak jiwa manusia'. Beberapa perkumpulan seperti itu terdapat di Inggris dan Amerika. Jika Anda menulis untuk literatur mengenai salah satu dari perkumpulan tersebut, Anda akan mendapat suatu publikasi yang menyatakan bahwa kaum Sufi lebih suka diet vegetarian dan para murid tersebut pastilah 'bebas dari kasta, warna (kulit) dan keyakinan', sebelum mengembangkan 'kekuatan-kekuatan gaib'.
Gerakan lain, menggunakan nama Sufi, mengidolakan para pendiri mereka, memberi anggota semacam upacara inter-religi. Lebih dari satu praktek-praktek resital musik, dimaksudkan untuk mengharuskan para pencari menggerak-gerakkan anggota badan menuju suatu kegembiraan yang bermanfaat --pengganti fakta bahwa ajaran Sufi yang dicatat secara luas, kalau musik dapat membahayakan72 dan bahwa itulah yang diajarkan, bukan guru, yang merupakan pokok dari Sufisme. Manfaat dari informasi Sufi, sekali lagi seimbang dengan kerugian dari praktek yang salah dan pilihan bacaan yang telah bias (menyimpang).
Imigrasi bangsa-bangsa Asia --Arab (terutama dari Aden dan negara Somalia), India dan Pakistan-- ke Inggris telah memperkenalkan 'Sufisme' dalam bentuk lain. Ini mengelilingi kelompok-kelompok keagamaan Islam fanatik yang berkumpul sembahyang bersama (berjama'ah), yang menstimulasi mereka secara emosional dan kadang memberi pengaruh katarsis. Menggunakan terminologi dan kesamaan organisasi Sufi, yang memiliki cabang di banyak kota-kota industri dan kota-kota pelabuhan di Inggris.
Seperti pertemuan mereka yang terindoktrinasi, ke seluruh dunia Islam dari Maroko sampai Jawa, mereka ini seringkali merupakan kelompok-kelompok fanatik yang menggunakan bentuk Sufi. Sebagian, jelas histeris. Lainnya tidak pernah mendengar Sufisme dalam bentuk lain. Bagi mereka, pernyataan-pernyataan seperti dilontarkan Ibnu al-Arabi --"Malaikat adalah kekuatan yang tersembunyi di dalam pancaindera dan organ manusia" akan tampak menghujat-- dan mereka masih memuja Ibnu al-Arabi!
Kebanyakan materi-materi Sufisme dan kaum Sufi, sebagaimana merupakan hasil dari observasi yang mengagumkan, penelitian dan kerja lapangan di Asia, Afrika dan Eropa, muncul di media massa dari waktu ke waktu. Tetapi karena karya itu tidak selalu dihasilkan oleh para 'spesialis kenamaan', atau karena ditulis atau muncul di media massa koran, jelas tidak dianggap ditulis oleh orang yang berwenang di 'bidang'nya, maka materi itu hilang.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Saturday, July 04, 2009 | 0 Comments
Verifikasi Sumber-sumber Literal yang Berkaitan Langsung dengan Sufisme
Karena kajian kesufian dilakukan (diselesaikan), terutama, melalui metode-metode langsung (dan hal itu sudah dikenal disampaikan secara keseluruhan melalui bahasa tubuh, simbol dan peragaaan), maka ketika kita kehilangan elemen ini dalam pengkajian kita, mempercayai atau bergantung kepada buku-buku, kita pasti berada dalam kekuasaan mereka yang mengembangkan semua jenis teori-teori subyektif tersebut.
Mereka adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Sufisme dikembangkan dari sejarah Islam; dan mereka memasukkan beberapa tulisan apologis Sufi di jalur ini untuk beberapa alasan bagus. Sebagian mengatakan kalau hal itu adalah pemutarbalikan: suatu reaksi yang menentang sikap-sikap Islami. Mereka itulah orang-orang yang percaya bahwa gagasan-gagasan tersebut berasal dari agama Kristen sebagaimana mereka ketahui; atau bahwa secara parsial maupun keseluruhan dianggap diakibatkan oleh pengaruh dualisme Persia; atau dari Cina, India; atau bahkan non-India. Mereka lah para pembela teori Neoplatonik, Shamanisme --dan kita dapat menambah panjang daftar ini. Gambarannya, seperti orang memperdebatkan apakah besi berasal dari Swedia atau Jepang.
Kita boleh menyebut gagasan-gagasan Sufi sebagai 'psikologi', bukan karena istilah (term) ini secara memadai menggambarkan Sufisme, melainkan karena kata 'bijaksana' bukan kata yang populer saat ini. Bagaimanapun, perlu dicatat bahwa karena para penyusun kamus tidak memahami kita, kemungkinan gagasan-gagasan Sufi dipahami dengan cara demikian, tidak dapat dicegah sama sekali.
Dalam masalah kategori pengkajian yang dibolehkan, kita melihat bahwa tidak banyak memihak mereka. Kita dapat menemukan bahan-bahan fisik (jasmani) yang diambil dari Sufisme, seperti gagasan-gagasan karakteristiknya, metode, dongeng, legenda dan bahkan syair-syair Sufisme di dalam fenomena para Troubadour (penyair dan penyanyi lagu-lagu cinta dalam bahasa Prancis), dalam legenda William Tell dari Switzerland dalam cara pemujaan Peacock Angel orang-orang Timur Dekat, dalam Gurdjieff dan Ouspensky, dalam Hammerskjold (the Swede Dag Hammerskjold), Maurice Nicoll, dalam karya-karya Shakespeare dan psikologi Kenneth Walker, dalam dongeng Dane Hans Christian Andersen, dalam karya Sir Richard Burton (ia sendiri seorang darwis tarekat Qadiriyah), dalam terbitan seri buku pelajaran bahasa Inggris dari Oxford University Press, dalam buku anak-anak kontemporer, dalam agama para 'penyihir', dalam simbolologi Rosicrucian, dan Illuminasi (Pencerahan), dalam beberapa karya para skolastik Barat abad pertengahan, dalam Bhakti cara pemujaan orang-orang Hindu, --meski pemikiran ini amat populer di Barat sebagai suatu sistem Hindu tradisional-- dalam kitab-kitab rahasia pengikut Ismaili, dalam organisasi, nama dan teknik yang disebut para Assassin (orang yang disewa untuk membunuh tokoh politik atau alasan politik), dalam dongeng dan teknik yang dianggap asal mula Zen-Jepang, atau kata orang berkaitan dengan Yoga, dalam materi yang menghubungkan pada Knights Templar, dalam literatur psikoterapi, dalam Chaucer dan Dante Alighieri --dan saya sekadar menyebut satu persatu sumber-sumber tersebut secara acak.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Saturday, July 04, 2009 | 0 Comments
Keterbatasan Pendekatan Kontemporer Terhadap Sufisme
Berikut ini contoh ilustratif, dipilih dari pengalaman yang disebut terakhir. Hal tersebut diberikan karena secara insidental --dan tidak dalam suatu 'sistem' yang dipaksakan-- akan menjelaskan kepada kita sesuatu tentang pemikiran Sufi.
Dalam buku "The Sufis" (NewYork, 1964; London, 1969) yang belakangan disebutkan, diantara banyak yang lain, bahwa gagasan-gagasan Sufi dan bahkan teks literal telah dipinjam atau terdapat dibelakang teori-teori, organisasi dan ajaran-ajaran dari berbagai aspek seperti Keksatriaan dari St. John of the Cross, St. Teresa dari Avila, Roger Bacon, Geber, bapak kimia Barat --nama keluarga kaum Sufi-- Raymond Lully the Majorcan, Guru Nanak, pendiri Sikhisme, Gesta Rumanorum, juga ajaran-ajaran kaum Veda dalam Hindu. Prosedur-prosedur psikologi tertentu yang buruk juga telah memasuki literatur Barat tentang magis dan okultisme, sebagaimana gagasan dan proses psikologis yang legitimatif, kadang dianggap sebagai penemuan-penemuan paling baru.
Apa yang barangkali lebih mengherankan, ketika melihat persoalan dalam pengkajian atas gagasan-gagasan Sufi adalah, perlakuan yang diberikan kepada mereka oleh orang-orang yang, jika tidak para ahli dalam bidangnya, boleh jadi telah membiasakan diri mereka sendiri dengan sumber-sumber akademis yang tersedia. Karena itu, menggunakan atau mengambil suatu contoh bukan suatu kecenderungan yang tidak lazim di Barat, kita temukan seorang Profesor yang menulis tentang filosuf Timur, dimana dari hampir seratus ribu kata, hanya sekitar tigaratus kata (satu halaman dari tigaratus halaman lebih) yang berkaitan dengan kaum Sufi. Meski kenyataannya penulis yang sama telah menerbitkan sebuah karya (buku) tentang filosuf Barat, kedua tipe pemikir tersebut terpengaruh oleh sumber-sumber Sufi. Pengaruh ini tidak pernah disebutkan. Seorang filosuf Inggris yang mengagumkan, Bertrand Russell, juga menulis sebuah buku yang luar biasa, Wisdom of the the West, dimana pemikir-pemikir Barat yang berhubungan dengan pemikiran Sufi disebutkan secara jelas, tetapi tidak disebutkan di mana kaum Sufi atau Sufisme dapat ditemukan.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Saturday, July 04, 2009 | 0 Comments
TEORI-TEORI TENTANG SUFISME
Apa yang dapat dipelajari oleh orang ini, dan apa permasalahan-permasalahannya?
Satu di antara hal-hal penting yang dapat ia temukan adalah, bahwa kata 'Sufisme' merupakan sesuatu yang sangat baru, ditemukan oleh seorang Jerman tahun 1821.
Tidak dikenalnya kata Sufi dalam bahasa-bahasa Barat, akan menjadikan sangat mungkin mengenalnya segera setelah melihat. Sebagai pengganti Sufisme, murid kita mungkin harus berhubungan dengan istilah-istilah seperti 'Qadiriyah', nama sebuah tarekat yang disesuaikan dengan nama pendirinya (wafat 1166). Atau mungkin ia akan menemukan referensi-referensi 'Orang-orang Suci', 'Para Guru', atau barangkali 'Orang yang Dekat (dengan Allah)'. Kemungkinan lain adalah istilah Arab Mutashawwif: 'Ia yang berusaha keras menjadi Sufi'. Di sana terdapat organisasi-organisasi yang disebut 'Para Pembangun', 'Orang-orang Tercela', yang dalam konstitusi dan kadang bahkan simbolisme minornya sangat mirip dengan cara-cara pemujaan dan lembaga-lembaga di Barat, seperti Freemasonry.
Di telinga Barat kontemporer, nama-nama ini bisa terdengar aneh dan tidak selalu secara tepat. Kenyataan ini sendiri merupakan problem riil psikologikal, kendati terselubung. Karena tidak adanya suatu standar untuk Sufisme, peneliti boleh jadi kembali ke kata Sufi itu sendiri, dan menemukan bahwa kata itu sudah umum dipakai sekitar seribuan tahun yang lalu, baik di Timur Dekat maupun Eropa Barat; dan kata itu tetap digunakan secara umum, untuk menggambarkan terutama hasil terbaik dari gagasan-gagasan dan praktek-praktek tertentu, sama sekali tidak terbatas dengan apa yang secara konvensional dinamakan 'religius'. Ia akan menemukan banyak definisi untuk kata tersebut, tetapi masalahnya sekarang terbalik, sebagai gantinya muncul pertentangan bukan sekadar tidak adanya abad keemasan (Sufi) semata, ia pun memperoleh begitu banyak deskripsi tentang Sufi, barangkali sebanyak yang tidak diketahuinya sama sekali.
Menurut beberapa penulis, dan mereka dalam jumlah yang besar, Sufi dapat dilacak pada kata Arab, dilafalkan shuuf, yang secara harfiah berarti wool, menunjuk pada bahan yang digunakan untuk jubah sederhana para mistikus Muslim awal. Lebih jauh dinyatakan, pembuatan wool ini merupakan peniruan pakaian orang-orang Kristen yang banyak tinggal di daerah padang pasir Syria dan Mesir, serta di tempat lain di Timur Dekat dan Timur Tengah.
Tetapi definisi ini --mungkin saja muncul penalaran yang masuk akal-- tidak akan memecahkan persoalan kita tentang nama dan lebih-lebih mengenai gagasan yang terkandang dalam Sufisme. Bagaimanapun, sama pentingnya para penyusun kamus lain menekankan bahwa wool adalah jubah (pakaian) 'binatang' dan menegaskan kalau sasaran Sufi adalah menuju pada kesempurnaan atau kelengkapan pemikiran manusia, bukan sebagai persaingan terhadap sesama; dan bahwa kaum Sufi, dengan kesadaran yang sangat tinggi terhadap simbolisme, tidak akan mengadopsi nama seperti itu. Lebih lanjut, adalah suatu fakta yang janggal kalau 'Majelis Sahabat' (Ashhab ash-Shafa) secara tradisional dianggap sebagai kaum Sufi di masa Nabi Muhammad saw. (wafat 632). Dikatakan, bahwa mereka telah membentuk diri sendiri ke dalam suatu kelompok esoteris pada tahun 623, dan nama mereka diambil dari kalimat Ashhab ash-Shafa.
Kendati beberapa ahli tata bahasa menunjukkan kalau kata wool secara etimologis lebih sesuai --dan lebih mungkin daripada, katakanlah, derivasi dari kata shafwa ('kesalehan'), atau pun shaff (singkatan dari kalimat 'Urutan Pertama orang Terpilih')-- lainnya menentang opini tersebut atas dasar, bahwa nama sebutan tidak harus tunduk pada aturan ortografi (sistem ejaan).
Saat ini nama sama pentingnya dengan suatu pengenalan gagasan, seperti yang akan kita lihat sebentar lagi. Sementara itu, mari kita melihat pada hal-hal yang berkaitan dengannya. Kaum Sufi menyatakan, bahwa suatu jenis dari jiwa dan aktikitas-aktikitas tertentu dapat menghasilkan --di bawah kondisi dan upaya tertentu (khusus)-- apa yang diistilahkan dengan kerja yang lebih tinggi dari pemikiran, membawa kepada persepsi-persepsi khusus yang peralatannya tidak tampak (tersembunyi) bagi orang awam. Oleh karena itu, Sufisme melebihi batasan-batasan orang awam tersebut. Tidak mengherankan, jika kata Sufi telah dihubungkan dengan kata Yunani untuk hikmah Ilahiah (sofia) dan juga dengan istilah dalam bahasa Yahudi Cabbalis untuk Ain Sof ('ketakterhinggaan'). Hal itu tidak akan mengurangi problem murid pada tahap belajar ini, sebagaimana dikatakan semua penulis Jewish Encyclopaedia, bahwa para ahli bahasa Yahudi menganggap Cabbala dan Hasidim, mistikus Yahudi, sebagai awal Sufisme atau suatu tradisi yang identik dengan itu. Tidak ada yang memaksanya untuk mendengar hal itu, kendati kaum Sufi sendiri menyatakan bahwa pengetahuan mereka sudah ada selama ribuan tahun, mereka menolak bahwa hal itu merupakan turunan (derivative), menegaskan bahwa hal itu adalah setara dengan aliran-aliran Hermetis, Pythagoras dan Platonis.
Murid kita hingga sekarang barangkali benar-benar bingung; tetapi ia sudah mempunyai pandangan sekilas tentang persoalan-persoalan dalam mengkaji gagasan-gagasan Sufi, sekalipun hanya karena dia dapat memberikan kesaksian untuk diri sendiri, perjuangan yang tidak produktif dari para skolastik.
Sebuah tempat berlindung yang memungkinkan, akan ditemukan jika kita dapat menerima penegasan seorang ahli --seperti Profesor R. A. Nicholson-- atau jika bertanya kepada kaum Sufi.
Nicholson mengatakan: "Sebagian sarjana Eropa telah mengidentifikasi hal itu dengan Sophos dalam pengertian penganut teosofia. Tetapi Noldeke ... secara konklusif menunjukkan bahwa nama tersebut diambil dari shuf (wool) dan awalnya digunakan oleh orang-orang Muslim zuhud (asketis) yang, dalam meniru para pendeta Kristen, mengenakan jubah wool kasar sebagai tanda penyesalan dan penolakan terhadap nafsu duniawi."
Opini karakteristik ini, jika tidak berisiko, telah dipublikasikan pada tahun 1914. Empat tahun sebelumnya, Nicholson sendiri telah menawarkan terjemahannya, Revelation, abad kesebelas, laporan orang-orang Persia paling awal yang tersedia mengenai Sufisme, dan salah satu di antara naskah-naskah Sufi paling otoritatif. Pada halaman-halaman tersebut, penulis, Hujwiri yang agung, secara spesifik menyebutkan --dan ini diterjemahkan dengan jelas tetapi diabaikan Nicholson-- bahwa Sufi tidak memiliki etimologi. Nicholson menunjukkan tidak ada yang aneh mengenai klaim tersebut, tetapi pemikiran tentang hal tersebut dapat menuntunnya pada suatu gagasan penting dalam Sufisme. Baginya, sangat jelas, sebuah kata harus memiliki etimologi. Tanpa disadari mengasumsikan bahwa 'tanpa etimologi' pastilah absurd, ia tidak melihat lebih jauh pada arah tersebut, tetapi tanpa ragu-ragu, terus mencari suatu derivasi etimologis. Seperti Noldeke dan banyak lainnya, suatu pemikiran serupa akan lebih menyukai kata wool pada paradoks yang tidak asli (palsu) 'tidak memiliki etimologi'.
Inilah alasan yang pasti, mengapa dalam buku terbarunya tentang Sufisme, Pastur Cyprian Rice (pengagum dan murid Nicholson) mengatakan, setengah abad setelah publikasi naskah Hujwiri dalam bahasa Inggris (versi yang ia puji):
"... dari kebiasaan mereka mengenakan busana wool (shuf) kasar, (mereka) dikenal sebagai kaum Sufi."
Tetapi perkenalan dengan kaum Sufi, apalagi di hampir setiap tingkat mana saja dari akses pada kebiasaan-kebiasaan praktis dan tradisi lisan mereka, telah dapat dengan mudah memecahkan kontradiksi tidak murni, antara eksistensi sebuah kata dan ketiadaan derivasi etimologis. Jawabannya adalah, kaum Sufi menganggap bunyi dari huruf-huruf S,U,F (dalam huruf Arab Shad, Waw, Fa) dengan cara penggunaan yang sama, memiliki pengaruh signifikan pada mentalitas manusia.
Oleh karena itu, kaum Sufi adalah 'Orang-orang SSSUUUFFF.
Setelah menyelesaikan teka-teki permainan kata-kata tersebut (secara insidental mengilustrasikan kesulitan untuk mendapatkan pegangan dengan gagasan-gagasan Sufi, apabila seseorang hanya berpikir pada garis pemikiran tertentu), kita segera melihat suatu problem yang baru dan karakteristik muncul menggantikannya. Pemikir kontemporer mungkin sekali tertarik dengan penjelasan ini --gagasan bahwa suara atau bunyi mempengaruhi otak-- hanya dalam batasan-batasan yang ditentukannya sendiri. Ia mungkin menerimana sebagai kemungkinan teoritis, sejauh yang diungkapkan kepadanya dalam istilah yang dianggap dapat diterima di era komunikasi ini.
Jika kita mengatakan, "Suara berpengaruh terhadap manusia, memungkinkannya sesuatu yang lain menjadi setara baginya untuk memiliki pengalaman di luar kewajaran," ia secara persuasif mungkin bersikeras, bahwa "Ini merupakan okultisme (kegaiban) semata, omong kosong primitif dari aliran Om-Mani-Padme-Hum, Abrakadabra dan sebagainya." Tetapi (mengingat penjelasan itu tidak obyektif, melainkan semata-mata aspek umum sebagai pemikiran yang bisa diterima), kita dapat menjawabnya, "Otak manusia, sebagaimana anda tahu pasti, mungkin bisa disamakan dengan sebuah komputer. Tanggapan atau reaksinya terhadap pengaruh yang kuat atas vibrasi dari penglihatan, suara (bunyi), sentuhan dan sebagainya, sudah ditentukan sebelumnya atau 'diprogram'. Begitu pula kira-kira terhadap suara yang dihasilkan dari lafal S,U,F, menimbulkan reaksi pada otak yang mungkin sudah terprogram." Ia mungkin dapat menerima dengan baik atas penyederhanaan yang kurang bagus ini dalam pola pikirnya yang sudah ada.
Kondisi yang ada di hadapan kita (vis-a-vis) ini, problem khusus di dalam mempelajari gagasan Sufi, adalah bahwa begitu banyak orang yang ingin mempelajarinya tetapi sesungguhnya enggan (tidak berkemauan penuh), karena komitmen psikologikal yang sistematis, untuk memperbolehkan perdebatan tertentu tentang Sufisme, tetap dipertahankan oleh kaum Sufi, tertanam di dalam beriak. Situasi ini, yang ada atau munculnya ditunjukkan oleh banyak pengalaman pribadi, jauh lebih tersebar daripada perumpamaan tunggal yang memberi kesan kuat ini.
Persoalan bagi kedua kubu tersebut, tidak dipermudah oleh kecenderungan umum secara individual, yang ditujukan dalam upaya menghadapi gagasan-gagasan Sufi melalui penolakan yang tegas. Suatu jawaban yang berlaku umum seperti ini, "Berpikir dengan sudut pandang seperti yang anda anjurkan, akan mengoyak pola pikir saya yang sudah mapan (selama ini)." Individu seperti ini benar-benar salah dalam meyakini hal tersebut; bagi Sufi ia adalah orang yang menilai atau menganggap rendah kapasitas yang dimilikinya sendiri. Reaksi lainnya adalah mencoba merasionalisasi atau menginterpretasi kembali gagasan-gagasan yang diajukan kepadanya, dalam sudut pandang tertentu (antropologi, sosiologi, sofistik, psikologi) dimana ia lebih banyak menemukan seleranya. Dalam perumpamaan kita, kondisi subyektif tersebut mungkin dapat dijelaskan seperti berikut, "Oh ya, teori pengaruh dari suara (bunyi) ini jelas sekali dihasilkan untuk lebih memberikan suatu kerumitan (pemutarbalikan) esoteris pada derivasi yang lebih bersifat duniawi tentang wool."
Tetapi model pemikiran seperti ini tidak akan berhasil dalam skala luas, karena jauh sebelum ditemukan di antara suku-suku primitif atau terkubur di dalam buku-buku berbahasa mati, gagasan Sufi dalam tingkatan yang bervariasi terkandang dalam latar belakang dan kajian-kajian lebih dari limapuluh juta orang saat ini: dalam bentuk atau cara apa pun mereka berhubungan dengan Sufisme.
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Saturday, July 04, 2009 | 0 Comments
S I T U A S I
Jangan mencela Orang-orang Tarekat, lebih baik perbaikilah dirimu.
Engkau memiliki pengetahuan dari agama yang keliru jika engkau membelakangi Realitas.
Manusia melilitkan jaring bagi dirinya. Sementara seekor harimau (manusia Tarekat) menghancurkan kandangnya.
Saturday, July 04, 2009 | 0 Comments
Biography Idries Shah
Idries Shah, yang nama lengkapnya Nawab-Zada Sayyid dries Shah al-Hasyimi, adalah Syekh Besar (Syekh al-Kabir) Sufi dan anak sulung Nawab asal Sardana, dekat Delhi di India. Keluarganya berasal dari keluarga Kerajaan Pagham di Hindu-Kush, yang nenek moyangnya memerintah sejak 1221. Idries Shah dilahirkan di Simla-Himalaya dan menetap di London. Ia mengarang beberapa buku tentang mistik-tasawuf, diantaranya Mahkota Sufi (The Sufis) dan Jalan Sufi (The Way of the Sufi), kumpulan cerita sufi, serta karya-karya lainnya.
Tribute to Idries Shah 1924-1996
Dari Wikipedia :
Idries Shah (16 June, 1924–23 November, 1996) (Persian: ادریس شاه), also known as Idris Shah, né Sayed Idries el-Hashimi (Arabic: سيد إدريس هاشمي), was an author and teacher in the Sufi tradition who wrote over three dozen critically acclaimed books on topics ranging from psychology and spirituality to travelogues and culture studies.
Born in India, the descendant of a family of Afghan nobles, Shah grew up mainly in England. His early writings centred on magic and witchcraft. In 1960 he established a publishing house, Octagon Press, producing translations of Sufi classics as well as titles of his own. His most seminal work was The Sufis, which appeared in 1964 and was well received internationally. In 1965, Shah founded the Institute for Cultural Research, a London-based educational charity devoted to the study of human behaviour and culture. A similar organisation, the Institute for the Study of Human Knowledge (ISHK), exists in the United States, under the directorship of Stanford University psychology professor Robert Ornstein, whom Shah appointed as his deputy in the U.S.
In his writings, Shah presented Sufism as a universal form of wisdom that predated Islam. Emphasising that Sufism was not static but always adapted itself to the current time, place and people, he framed his teaching in Western psychological terms. Shah made extensive use of traditional teaching stories and parables, texts that contained multiple layers of meaning designed to trigger insight and self-reflection in the reader. He is perhaps best known for his collections of humorous Mulla Nasrudin stories.
Shah was at times criticised by orientalists who questioned his credentials and background. His role in the controversy surrounding a new translation of the Rubaiyat of Omar Khayyam, published by his friend Robert Graves and his older brother Omar Ali-Shah, came in for particular scrutiny. However, he also had many notable defenders, chief among them the novelist Doris Lessing. Shah came to be recognised as a spokesman for Sufism in the West and lectured as a visiting professor at a number of Western universities. His works have played a significant part in presenting Sufism as a secular, individualistic form of spiritual wisdom.
Friday, July 03, 2009 | 0 Comments
Sebuah Pengantar - Jalan Sufi ( Reportase Dunia Ma'rifat )
Namun dengan suatu ketertarikan yang netral, dan mengetahui macam-macam tindakan Sufi, seseorang dapat melihat karakteristik umum yang bercahaya di wajahnya.
Para guru (para bijak), sekolah-sekolah, para penulis, ajaran-ajaran, humor-humor, sejumlah mistisisme dan rumusan-rumusan Sufi, semuanya berkait dengan relevansi sosial dan psikologi pemikiran manusia.
Menjadi orang yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, Sufi membawa pengalamannya ke dalam kultur, negara dan iklim di mana ia tinggal.
Kajian tentang kegiatan Sufi dengan kultur yang terpisah, hanya bernilai bagi mereka yang bekerja pada bidang keilmuan sempit. Menganggap kegiatan Sufi bersifat keagamaan semata, literatur, atau fenomena filosofis, akan menghasilkan penerjemahan terbalik tentang jalan Sufi. Begitu juga mencoba mengintisarikan teori atau sistem, serta berusaha mengkajinya secara terpisah, hanya merupakan kesia-siaan komparatif.
"Jalan Sufi" ini dirancang untuk mengemukakan gagasan-gagasan, tindakan dan laporan (kisah-kisah) Sufi; bukan untuk obyek mikroskop atau benda-benda museum, melainkan dalam relevansinya dengan komunitas sekarang --atau apa yang kita sebut dunia kontemporer.
London, 1968
Idries Shah
Sumber : Pustaka Online Media ISNET
Thursday, July 02, 2009 | 0 Comments